Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SUNGGUMINASA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
11/Pid.Pra/2022/PN Sgm 1.DAENG TIRO BIN KUTA
2.TOLI BIN SARRO
3.MANONG
4.BOCO DG NGIMBA
Kepala Kepolisian Resort Gowa Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 31 Agu. 2022
Klasifikasi Perkara Lain-lain
Nomor Perkara 11/Pid.Pra/2022/PN Sgm
Tanggal Surat Rabu, 31 Agu. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1DAENG TIRO BIN KUTA
2TOLI BIN SARRO
3MANONG
4BOCO DG NGIMBA
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Gowa
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  • ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
  • Proses penyelidikan yang dilakukan oleh TERMOHON PRAPERADILAN tidak sah ;
  • Bahwa berdasarkan Pasal 1 Angka 5 KUHAP, yang dimaksud dengan Penyelidikan adalah serangkaian Tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur di dalam undang-undang ini. Sedangkan yang dimaksud dengan penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan (vide Pasal 1 angka 4 KUHAP);
  • Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana (selanjutnya disebut “Perkap 6/2019”) telah ditegaskan bahwa Penyelidikan dilakukan berdasarkan adanya Laporan/aduan dan Surat Perintah Penyelidikan. Oleh karenya, setiap petugas penyelidik dalam melakukan penyelidikan wajib disertai dengan Surat Tugas dan Perintah Penyelidikan (vide Pasal 82 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2021 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (selanjutnya disebut “Perkap 14/2021). Oleh karena itu, maka berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat dipahami secara jelas bahwa petugas penyelidik hanya dapat melakukan tugas penyelidikan jika didasarkan pada :
  • Laporan/aduan;
  • Surat Tugas; dan
  • Surat Perintah Penyelidikan.

Oleh karena itu, maka sah tidaknya proses penyelidikan yang dilakukan oleh petugas penyelidik haruslah dilihat pada terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat tersebut. Sebab, suatu perbuatan hukum hanya dapat dianggap sebagai perbuatan hukum yang sah jika dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku;

  • Bahwa berdasarkan Pasal 6 Perkap 6/2019 jo Pasal 12 ayat (1) Perkap 14/2021, disebutkan bahwa kegiatan penyelidikan dilakukan dengan cara : pengolahan TKP, pengamatan, wawancara, pembuntutan, penyamaran, pelacakan, penelitian, pembelian terselubung, penyerahan di bawah pengawasan, dan analisis dokumen yang pada akhirnya akan dirangkum menjadi Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) yang akan menjadi dasar gelar perkara untuk menentukan apakah perkara yang sedang diselidiki tersebut dapat ditingkatkan ke tingkan penyidikan (vide Pasal 8 dan Pasal 9 Perkap 6/2019 jo Pasal 4 dan Pasal 13 Perkap 14/2021);
  • Bahwa pada faktanya, TERMOHON PRAPERADILAN melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan adalah atas dasar adanya Laporan Polisi Nomor : LP.B/807/VI/2022/ SULSEL/RES GOWA/SPKT tanggal 23 Juni 2022 (LP) atas dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu dan pemalsuan surat serta menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud pada Pasal 264 dan/atau Pasal 266 KUH Pidana, yaitu berupa dokumen Surat Tanda Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia No. Persil 98 D III Kohir 337 C I atas nama TIRO BIN KUTA yang dilakukan oleh Terlapor TIRO BIN KUTA, TOLI BIN SARRO, MANONG dan BOCO DG NGIMBA in casu PARA PEMOHON PRAPERADILAN
  • Bahwa sebagai tindak lanjut dari LP tersebut, TERMOHON PRAPERADILAN kemudian mengudang PARA PEMOHON PRAPERADILAN untuk didengar keterangannya melalui :
  • Undangan Konfirmasi Nomor : B/1095/RES.1.9/VI/2022 tanggal 24 Juni 2022 untuk TOLI BIN SARRO in casu PEMOHON II untuk hadir menghadap dan memberikan keterangan pada IPDA ARIANTO, S.Psi atau AIPDA RAHMAT pada tanggal 27 Juni 2022 ;
  • Undangan Konfirmasi Nomor : B/1097/RES.1.9/VI/2022 tanggal 24 Juni 2022 untuk MANONG in casu PEMOHON III untuk hadir menghadap dan memberikan keterangan pada IPDA ARIANTO, S.Psi atau AIPDA RAHMAT pada tanggal 27 Juni 2022 ;
  • Undangan Konfirmasi Nomor : B/1096/RES.1.9/VI/2022 tanggal 24 Juni 2022 untuk BOCO DG NGIMBA in casu PEMOHON IV untuk hadir menghadap dan memberikan keterangan pada IPDA ARIANTO, S.Psi atau AIPDA RAHMAT pada tanggal 27 Juni 2022 ;
  • Bahwa jika memperhatikan tanggal LP dan tanggal panggilan, maka sangat jelas terlihat bahwa proses penyelidikan terhadap perkara a quo adalah proses yang secepat kilat. Bagaimana tidak, LP dibuat pada tanggal 23 Juni 2022, kemudian langsung ditindak lanjuti dengan undangan klarifikasi kepada Para Terlapor in casu PARA PEMOHON PRAPERADILAN pada tanggal 24 Juni 2022. Berbanding terbalik dengan Laporan Polisi yang dibuat oleh TOLI BIN SARRO in casu PEMOHON II dengan Nomor LP : LP.B/369/IV/2022/SPKT POLDA SULSEL, tanggal 11 April 2022 yang telah dilimpahkan ke Polres Gowa in casu TERMOHON PRAPERADILAN pada tanggal 19 April 2022 yang terkatung-katung selama lebih kurang 5 bulan tanpa kejelasan dan Laporan Polisi Nomor _: LP/B/371/IV/2022/SPKT POLDA SULSEL, tanggal 11 April 2022, yang telah dilimpahkan ke Polres Gowa in casu TERMOHON PRAPERADILAN pada tanggal 19 April 2022 yang membutuhkan waktu lebih kurang 3 bulan baru kemudian ada tindak lanjut, itupun setelah PARA PEMOHON PRAPERADILAN memuat surat aduan ke Propam Polda Sulsel. Oleh karena itu, dari fakta ini sudah dapat tergambar bahwa ada indikasi kuat bahwa TERMOHON PRAPERADILAN telah melakukan Tindakan diskriminatif, unprofessional dan keberpihakan kepada salah satu pihak;
  • Bahwa selain prosesnya menurut kami tidak normal dan amat sangat jarang terjadi, di dalam Undangan Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada uraian huruf e di atas, pada bagian rujukan,  TERMOHON PRAPERADILAN sama sekali merujuk dan menyebutkan Surat Tugas dan Surat Perintah Penyelidikan yang menjadi dasar petugas penyelidik in casu TERMOHON PRAPERADILAN membuat undangan konfirmasi tersebut. Tindakan TERMOHON PRAPERADILAN tersebut secara nyata dan terang bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Dalam Melakukan Tindakan Penyelidikan dan Penyidikan sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 3 Perkap 14/2021, yaitu :
  • Prinsip Legalitas, yang mempersyaratkan proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum;
  • Prinsip Prosedural, yang mempersyatkan proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan sesuai dengan mekaniske dan tahapan yang ditentukan.
  • Bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas, maka telah terbukti secara jelas dan terang bahwa Tindakan penyelidikan yang dilakukan oleh TERMOHON PRAPERADILAN adalah tidak sah, karena dilakukan oleh petugas penyelidik yang tidak berwenang karena tidak disertai dengan surat tugas dan penyelidikan yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur dan syarat yang ditentukan oleh ketentuan hukum yang berlaku yaitu tidak adanya Surat Perintah Penyelidikan (vide Pasal 1 angka 4 dan angka 5 KUHAP jo Pasal 5 ayat (1) Perkap 6/2019 jo Pasal 9 dan Pasal 82 ayat (1) Perkap 14/2021). Oleh karena itu, maka seluruh tindakan Petugas Penyelidik in casu TERMOHON PRAPERADILAN dalam melakukan Tindakan Penyelidikan termasuk pemeriksaan saksi pelapor, undangan konfirmasi dan pemeriksaan kepada PARA PEMOHON PRAPERADILAN sebagai Terlapor sebagaimana yang disebutkan pada uraian huruf e di atas dan seluruh produk hukum yang lahir dan merupakan turunan dari proses penyelidikan tersebut adalah tidak sah, tidak berdasar hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
  • Penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON PRAPERADILAN tidak sah.
  • Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur di dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Sedangkan yang dimaksud dengan penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (vide Pasal 1 angka 1 KUHAP);
  • Bahwa di dalam ketentuan Pasal 4 Perkap 14/2021, telah ditentukan bahwa proses penyidikan didasarkan pada :
  • Laporan Polisi/Pengaduan;
  • Surat Perintah Tugas;
  • Laporan Hasil Penyelidikan (LHP);
  • Surat Perintah Penyidikan; dan
  • SPDP

Berdasarkan ketentuan a quo, maka dapat dipahami secara jelas dan terang bahwa Surat Perintah Penyidikan adalah surat yang lahir dari Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) yang dibuat oleh petugas penyelidik dan merupakan rangkuman hasil penyelidikan yang dilakukannya. Oleh karena itu, keabsahan Surat Perintah Penyidikan juga sangat tergantung pada sah tidaknya proses penyelidikan yang dilakukan ole petugas penyelidik;

  • Bahwa pada faktanya, TERMOHON PRAPERADILAN telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/372/VII/RES.1.9/2022/Reskrim, tanggal 25 Juli 2022 yang sudah pasti didasarkan pada laporan hasil penyelidikan (LHP) yang dibuat oleh petugas penyelidik yang telah terbukti mengandung cacat hukum karena dilakukan oleh petugas penyelidik yang tidak berwenang dan dilakukan tidak sesuai dengan prosedur dan syarat yang ditentukan oleh ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana telah diurai secara lengkap oleh PARA PEMOHON PRAPERADILAN uraian angka 1 di atas. Oleh karenanya, maka Surat Perintah Penyidikan yang lahir dari LHP yang tidak sah secara hukum juga harus dipandang sebagai produk hukum yang tidak sah, tidak berdasar hukum dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;
  • Bahwa oleh karena Surat Perintah Penyidikan yang dikelurkan oleh TERMOHON PRAPERADILAN telah terbukti tidak sah dan tidak berdasar hukum, maka semua produk hukum turunan yang lahir atas dasar Surat Perintah Penyidikan a quo adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, diantaranya :
  • Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor : SPDP/234/RES.1.9/VII/2022 tanggal 25 Juli 2022 atas nama PARA PEMOHON PRAPERADILAN selaku Terlapor;
  • Surat Panggilan I kepada TIRO BIN KUTA in casu PEMOHON I untuk di dengar keterangannya selaku Saksi/Terlapor melalui Surat Panggilan Nomor : S.Pgl/632/VII/RES.1.9/2022/Reskrim tanggal 25 Juni 2022;
  • Surat Panggilan I kepada TOLI BIN SARRO in casu PEMOHON II untuk di dengar keterangannya selaku Saksi/Terlapor melalui Surat Panggilan Nomor : S.Pgl/634/VII/RES.1.9/2022/Reskrim tanggal 25 Juli 2022;
  • Surat Panggilan I kepada MANONG in casu PEMOHON III untuk di dengar keterangannya selaku Saksi/Terlapor melalui Surat Panggilan Nomor : S.Pgl/633/VII/RES.1.9/2022/Reskrim tanggal 25 Juli 2022;
  • Surat Panggilan I Nomor TIRO BIN KUTA in casu PEMOHON I untuk di dengar keterangannya selaku Saksi/Terlapor melalui Surat Panggilan Nomor : S.Pgl/635/VII/RES.1.9/2022/Reskrim tanggal 25 Juli 2022;
  • Surat Permohonan Nomor : S.Sita/183/RE.1.9/VII/2022 tanggal 26 Juli 2022 tentang Permintaan Izin Khusus Penyitaan Terhadap 1 (satu) lembar Surat Tanda Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia No. Persil 98 D II Kohir 337 C 1 atas nama TIRO BIN KUTA ;
  • Surat Panggilan I kepada MUH. KASIM DG SITURU sebagai Saksi/Terlapor melalui Surat Panggilan Nomor : S.Pgl/649/VII/RES.1.9/ 2022/Reskrim tanggal 29 Juli 2022;
  • Surat Panggilan II kepada MUH. KASIM DG SITURU sebagai Saksi/terlapor melalui Surat Panggilan Nomor : S.Pgl/658/VII/RES.1.9/ 2022/Reskrim tanggal 01 Agustus 2022;
  • Penetapan PARA PEMOHON PRAPERADILAN sebagai tersangka adalah tidak sah.
  • Bahwa di dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP disebutkan bahwa tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 telah memberikan tafsir tentang bukti permulaan” (Pasal 1 angka  14 KUHAP), “bukti permulaan yang cukup” (Pasal 17 KUHAP), dan “bukti yang cukup” (Pasal 21 ayat (1) KUHAP). Bahwa frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, sepanjang tidak dimaknai, bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Dan selanjutnya frasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
  • Bahwa alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu :
  • Keterangan saksi;

Yang dimaksud dengan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, Ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu. (vide Pasal 1 angka 27 KUHAP);

 

  • Keterangan ahli;

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (vide Pasal 1 angka 28 KUHAP);

  • Surat;

Alat Bukti Surat adalah surat sebagaimana dimaksud didalam Pasal 187 KUHAP, yaitu surat resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya. Namun agar surat resmi tersebut dapat bernilai sebagai alat bukti dipersidangan nantinya maka surat tersebut harus memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat dan dialami sendiri oleh si pejabat tersebut, serta menjelaskan dengan tegas alasan keterangan itu dibuatnya

Pihak Dipublikasikan Ya