Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SUNGGUMINASA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
11/Pid.Pra/2023/PN Sgm NASIR B Kepala Kepolisian Resort Gowa Cq. Kepala Satuan Reserse Kriminal Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 31 Okt. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 11/Pid.Pra/2023/PN Sgm
Tanggal Surat Rabu, 25 Okt. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1NASIR B
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Gowa Cq. Kepala Satuan Reserse Kriminal
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

 

Perihal  : Permohonan Praperadilan atas Nama NASIR B

 

Kepada Yth.

KETUA PENGADILAN NEGERI SUNGGUMINASA KELAS 1A

DI-,

     JL.Usman Salengke N0.103, Sungguminasa

 

Dengan Hormat,

Perkenankanlah kami :

ASYWAR,S.ST.,SH, MASRAN AMIRUDDIN, SH.,MH, GUNAWANG, SH,MH,M,Pd Semuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum ASYWAR S.ST.,S.H & PARTNER yang beralamat Kampung Parang, Kelurahan Lembang Parang, Kecamatan Barombong Email: aswarchua2510@Gmail.Com ;-------------------

Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 16 Oktober 2023, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama NASIR B, selanjutnya disebut sebagai PEMOHON ----------------

----------------------------M E L A W A N---------------------------

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Cq Kepolisian Resor Gowa Cq Reserse Kriminal Umum Polres Gowa yang beralamat di Jl. Syamsuddin Tunru No.58, Sungguminasa, Kec.Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan selanjutnya disebut sebagai TERMOHON -----------------------------------------------------

untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polisi Resor Gowa Reserse Kriminal Umum Banit II Unit Harda;-----------------------------------------------------------------------------

Adapun yang menjadi alasan permohonan PEMOHON adalah sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

1.  Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapantersangka, penangkapan, penggeledahan,penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

2.  Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang”:

1.  Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

2.  Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

3.  Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

4.  Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

 

3.  Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

4.  Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

 

5.  Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :

Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011

Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015

6.  Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

 

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

1. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA

Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polisi Resor Gowa Reserse Kriminal Umum Banit II Unit Hardakepada Pemohon tidak mendasar. Dimana termohon mulai dari proses penyelidikan sampai proses penangkapan dan penahanan tidak menjelaskan apa yang menjadi subjek dari pemeriksaan termohon;

Bahwa berdasarkan surat nomor:B/963/V/RES.7.5/2023/Ditreskrimum tanggal 25 Mei 2023 perihal Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) Poin 2 pada pokoknya menyatakan bahwa pada hari senin tanggal 22 Mei 2023 pukul 09:00 Wita telah dilaksanakan gelar perkara khusus terhadap penyidikan laporan polisi nomor:LP/B/174/II/2022/SPKT/Res Gowa, Tanggal 08 Februari 2022, Tentang dugaan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHPidana yang ditangani oleh penyidik satreskrim polres Gowa Polda Sulsel, dengan kesimpulan sebagai berikut:

·         Bahwa berdasarkan fakta-fakta, analisa yuridis dan pendapat para peserta gelar perkara khusus dapat disimpulkan bahwa proses penyelidikan terhadap laporan polisi Nomor::LP/B/174/II/2022/SPKT/Res Gowa, Tanggal 08 Februari 2022, Tentang dugaan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHPidana, pelapor/korban HAMZAH DG MANCA dan terlapor NASIR B yang ditangani oleh penyidik Satreskrim Polres Gowa Polda Sulsel, tetap dilanjutkan proses penyidikannya dan dilakukan pendalaman terhadap WARKAH dari SHM serta koordinasikan kepada pihak BPN Gowa perihal penerbitan SHM.

Bahwa berdasarkan poin 2 diatas Pemohon ragu terhadap terpenuhinya “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP”atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon mengingat masih adanya petunjuk dalam gelar perkara khusus yang harus dilengkapi oleh pemohon, dimana sebelum dilaksanakan gelar perkara, Termohon sudah menetapkan Pemohon sebagai tersangka sebagimana Surat Perintah Membawa Dan Menghadapkan Tersangka Nomor:Sp.Kap/789.b/III/2023/RESKRIM;

Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.

Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polisi Resor Gowa Reserse Kriminal Umum Banit II Unit Hardakepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, termohon hanya berdasar pada PENETAPAN AHLI WARIS (PAW)oleh pelapor tanpa mempertimbangkan alat bukti dari pemohon berupa surat pernyataan tertanggal 28 Januari 2020 yang ditandandatangi oleh pelapor bersama saudara dan ahli waris lainnnya serta pemohon dan disaksikan oleh Kepala Desa dan Kepala Dusun.

Bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor:SPDP/158.b/III/RES.1.11/2023, tertanggal 28 maret 2023, Surat Perintah Membawa Dan Menghadapkan Tersangka Nomor:Sp.Kap/789.b/III/2023/RESKRIM, tertanggal 27 maret 2023, Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/117/III/RES.1.11/2023, tertangggal 28 maret 2023 dimana didalam isi surat tersebut pemohon diduga keras melakukan tindak pidana penggelapan yang terjadi pada sekitar tahun 2020 di Gantarang, Desa Taeng, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 372 KUHPidana. Namun berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor:SP.Han/90/III/RES 1.11/2023, tertanggal 29 maret 2023 dimana didalam isi surat tersebut pemohon diduga keras melakukan tindak pidana penggelapan yang terjadi pada sekitar tahun 2022 di Gantarang, Desa Taeng, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 372 KUHPidana dimana hal tersebut antara surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, surat perintah penangkapan dan sudah perintah penahanan tidak relevan karena ada tahun 2020 dan tahun 2022 sehingga penetapan tersangka oleh termohon tidak berdasar dan kabur.

Bahwa sebagaimana Pasal 18 KUHAP ayat (1) “Pelaksanaan tugas penangkapan, dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”;

8.  Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya unsur dan prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.

2. PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN

Bahwa adanya penjualan tanah yang dilakukan oleh termohon didasarkan adanya bukti pengembalian hak dari pelapor selaku ahli waris MUNA UMARA kepada pemohon berupa surat pernyataan tertanggal 28 Januari 2020 yang ditandandatangi oleh pelapor bersama saudara dan ahli waris lainnnya serta pemohon dan disaksikan oleh Kepala Desa dan Kepala Dusun;

Bahwa terhadap surat pernyataan tersebut telah memunculkan perikatan antar kedua belah pihak yang bersifat pos factum, yaitu fakta terjadi setelah peristiwa yang dilaporkan oleh pelapor. Untuk itu hubungan hukum antara kedua belah pihak antara pemohon dan pelapor merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan;

Bahwa perikatan yang lahir karena suatu persetujuan memiliki akibat persetujuan, dimana sesuai dengan pasal 1338 KUHPerdata yang  berbunyi”semua persetujuan dibuat sesuai undang-undang berlaku sebagai undang-udang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik Kembali selain dengan kesepatan kedua bela pihak, atau karena alasan-lasan yang ditentukan oleh undang-undang persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”;

Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara pemohon dengan pelapor diikat melalui perjanjian yang sama-sama beritikat baik untuk memenuhi perjanjian, tidak ada maksud melakukan penggelapan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sehinga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan dugaan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena hubungan hukumnya merupakan hubungan hukum keperdataan;

3. KASUS KEPERDATAAN BERJALAN DI PENGADILAN NEGERI SUNGGUMINASA

1.  Mengigat bahwa pokok permasalahan yang menjadi laporan dan ditangani oleh Termohon adalah dugaan penggelapan hasil penjualan tanah. Dimana objek yang menjadi pokok laporan tersebut telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Sungguminasa dengan perkara NO:79/Pdt.G/2023/PN.Sgm;

2.  Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma No.1/1956). Disebutkan dalam Pasal 1 Perma No.1/1956 bahwa: “Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”;

3.  Bahwa berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung No. 628 K/Pid/1984 Tahun 1984 pada pokoknya menyatakan “pengadilan tinggi sebelum memutus pokok perkara ini seharusnya menunggu dulu putusan pengadilan yang akan menentukan status pemilikan tanah dan rumah tersebut mempunyai kekuatan pasti”;

4.  Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Pemohon tidak dapat dikenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon karena status objek perkara  a quo berjalan kasus keperdataan di Pengadilan Negeri Sungguminasa dengan perkara NO:79/Pdt.G/2023/PN.Sgm;

5.  Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa Kelas 1Ayang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

 

4.PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM yang terlahir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.

Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dariketeraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’

Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).

Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :

– ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

– dibuat sesuai prosedur; dan

– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya unsur dan prosedur menurut ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku. Apabila dikaitkan dengan pokok perkara yang mana seharunya Termohon menyarangkan pelapor untuk menempuh jalur hukum keperdataan untuk menentukan status kepemilikan tanah apakah sah milik pelapor atau Pemohon karena yang menjadi objek pemeriksaan oleh Termohon adalah dugaan penggelapan hasil penjualan tanah yang dilakukan oleh Pemohon;

6.  Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :

·         “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”

 Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan

7.  Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa Kelas 1Ayang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

 

III.PERMINTAAN GANTI KERUGIAN DAN ATAU REHABILITASI

1.  Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas dihubungkan dengan hak-hak Pemohon,menurut KUHAP, pasal 81, 95 ayat (1), 97 ayat (3) KUHAP serta jaminan prosedur yudisial guna pemenuhan kerugian-kerugian serta pemulihan atau rehabilitasi atas tercemarnya nama baik Pemohon dan keluarga di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana dikehendaki oleh pasal 9 ayat (5) Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Tentang Hak sipil Politik yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan yang tidak sah berhak atas kompensasi yang dapat diberlakukan.”

2.  Bahwa akibat perbuatan sewenang-wenang dalam melakukan penangkapan/penahananterhadap Pemohon telah menimbulkan kerugian baik kerugian materil maupun kerugianim-materil, maka oleh sebab itu Pemohon dalam hal ini merinci jumlah kerugian yangditimbulkan akibat perbuatan sewenang-wenang oleh Termohon, sebagai berikut:

Kerugian Materil:

Kehilangan Penghasilan:

1.  Pemohon adalah seorang pengawas lapangan padaPT YODYA KARYA yang bekerja di Kalimantan Timur untuk melakukan pengawasan proyek pemerintah yang setiap bulannya berpenghasilan sebesar Rp 5.000.000/bulan,oleh karenanya ditahan sewenang-wenang dari tanggal 29 Maret2023 sampaitanggal 5 april 2023

 

-Kerugian im-materil

 

1.  Bahwa akibat penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan yang tidak sah oleh Termohon,menyebabkan tercemarnya nama baik Pemohon, hilangnya kebebasan, menimbulkan dampak psikologis terhadap pemohon dan keluarga Pemohon, dan telah menimbulkan kerugian im-materil yang tidak dapat dinilai dengan uang,sehingga di batasi dengan jumlah Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah)

IV. PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa Kelas 1Ayang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

Menyatakan menerima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;

Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polisi Resor Gowa Reserse Kriminal Umum Banit II Unit Hardaadalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;

Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;

5.  Menghukum Termohon untuk membayar ganti kerugian, berupa:

Kerugian Materil:

Membayar ganti kerugian materiil Karena Para Pemohon kehilangan penghasilan sebanyak Rp 5.000.00-, (lima juta rupiah)

Kerugiaan Im-materil:

 

Membayar ganti kerugian im-materil yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehinggadibatasi dengan diperkirakan Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;

Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa Kelas 1A yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa Kelas 1Ayang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Pihak Dipublikasikan Ya